Theblackmoregroup – Kesepakatan hampir berakhir, dan Kenya kini menghadapi ketidakpastian besar terkait masa depan industrinya. Perjanjian perdagangan bebas antara Kenya dan Amerika Serikat melalui African Growth and Opportunity Act (AGOA) dijadwalkan akan berakhir pada bulan September 2025. AGOA telah menjadi tulang punggung sektor manufaktur pakaian Kenya, memungkinkan negara tersebut mengekspor produknya ke pasar AS tanpa bea masuk.
Berakhirnya perjanjian ini dapat memicu gelombang krisis, terutama di ibu kota Nairobi, di mana sekitar 16.000 pekerjaan di sektor garmen bergantung pada akses pasar ke Amerika Serikat. Ketergantungan terhadap AGOA tidak hanya berdampak pada ekspor, tetapi juga terhadap stabilitas ekonomi dan sosial ribuan keluarga pekerja.
Kesepakatan Hampir Berakhir, Pemerintah Kenya Cari Alternatif
Kesepakatan hampir berakhir, dan pemerintah Kenya sedang berlomba dengan waktu untuk mencari jalan keluar. Menteri Perdagangan Kenya telah menyatakan bahwa pihaknya tengah menjalin diskusi intensif dengan pejabat AS guna memperpanjang atau mengganti AGOA dengan kesepakatan bilateral yang baru.
“ASEAN and China Seal Green & Digital Pact Under FTA”
Di sisi lain, Kenya juga mulai melirik pasar alternatif seperti Uni Eropa, Tiongkok, dan negara-negara Afrika lainnya untuk mendiversifikasi mitra dagang mereka. Namun, proses negosiasi perdagangan baru membutuhkan waktu yang tidak singkat, sementara ancaman pemutusan hubungan dagang dengan AS kian dekat. Para analis memperingatkan bahwa transisi yang lambat akan memperparah ketidakpastian investor dan mengganggu rantai pasok industri tekstil.
Kesepakatan Hampir Berakhir, Dampak Sosial Tidak Bisa Diabaikan
Kesepakatan hampir berakhir, dan dampaknya tidak hanya terasa di sektor ekonomi makro, tetapi juga merembet ke kehidupan sosial masyarakat. Industri pakaian menjadi salah satu pemberi kerja terbesar bagi perempuan muda di Kenya, terutama di kawasan industri eksportir Nairobi.
Tanpa jaminan akses ke pasar AS, perusahaan-perusahaan manufaktur bisa saja memindahkan operasinya ke negara lain yang menawarkan insentif lebih menarik. Ini bisa menyebabkan lonjakan pengangguran, peningkatan kemiskinan, dan tekanan tambahan terhadap sistem kesejahteraan sosial Kenya.
Masyarakat internasional mendesak agar AS dan Kenya segera menemukan solusi bersama untuk menjaga stabilitas hubungan dagang yang selama dua dekade telah memberi manfaat besar bagi kedua pihak. Kini, dengan kesepakatan hampir berakhir, nasib ribuan pekerja dan masa depan industri ekspor Kenya berada di ujung tanduk.