Theblackmoregroup – Trump picu ketegangan dalam perdagangan transatlantik setelah mengumumkan rencana untuk memberlakukan tarif sebesar 30% terhadap berbagai produk Uni Eropa mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan ini disebut-sebut sebagai reaksi atas defisit perdagangan AS dengan UE, serta kritik lama Trump terhadap ketimpangan tarif yang menurutnya merugikan industri Amerika. Langkah tersebut langsung memicu kekhawatiran pasar global dan mengacaukan proses negosiasi dagang yang selama ini berlangsung alot.
Produk-produk utama Uni Eropa seperti otomotif asal Jerman, farmasi Irlandia, serta wine dari Prancis dan Italia menjadi sasaran utama tarif baru ini. Trump picu ketegangan yang tak hanya mengganggu hubungan ekonomi lintas benua, tapi juga mengancam jutaan pekerjaan yang bergantung pada ekspor-impor antara AS dan Eropa.
Uni Eropa Siapkan Balasan Setimpal
Sebagai respons terhadap ancaman ini, Uni Eropa tengah menyiapkan paket balasan senilai €72 miliar. Yang mencakup tarif atas sejumlah produk ekspor utama AS. Dalam daftar tersebut, terdapat produk-produk seperti bourbon, pesawat terbang. Serta hasil pertanian sektor-sektor yang sangat vital bagi ekonomi negara bagian-negara bagian kunci di AS.
“Singapore Reinforces Green Finance Strategy”
Trump picu ketegangan yang dapat dengan cepat berubah menjadi perang dagang terbuka jika kedua pihak gagal mencapai titik temu. Para pengamat menilai, Uni Eropa kali ini tidak akan tinggal diam seperti beberapa tahun lalu. Dan tampaknya akan mengambil pendekatan lebih agresif untuk melindungi kepentingannya.
Dampak Global: Inflasi dan Gangguan Pasokan
Trump picu ketegangan yang lebih dari sekadar konflik bilateral. Jika perang dagang benar-benar pecah, dunia dapat menghadapi konsekuensi ekonomi yang luas. Gangguan rantai pasokan global sangat mungkin terjadi, terutama dalam sektor-sektor krusial seperti farmasi dan teknologi manufaktur.
Analis memperingatkan bahwa tarif balasan dan pembatasan ekspor dapat mendorong harga produk-produk vital, meningkatkan inflasi, dan memperlambat pemulihan ekonomi global yang masih rapuh pasca pandemi. Ketegangan ini juga menguji ketahanan diplomasi perdagangan internasional dan memperlihatkan betapa rentannya sistem ekonomi global terhadap keputusan politik unilateral.